Rabu, 30 Desember 2015

Peradaban islam pada masa Nabi Muhammad







DESI ANGGARA        14117964
Peradaban islam pada masa Nabi Muhammad
A.    Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW
Dalam beberapa pendapat disebutkan Nabi Muhammad lahir di Mekah pada hari senin 12 Robiul Awal 571 Masehi dan bertepatan dengan tahun Gajah yaitu (50 hari setelah penyerangan pasukan Gajah dari Yaman). Nabi lahir di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakkan tempat terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Dalam sejarah disebutkan bayi ini akan merubah peradaban besar bagi sejarah peradaban manusia.
     Beliau terlahir dari seorang ayah yang bernama Abdulloh bin Abdull Mutolib dan dari seorang wanita mulia yang bernama Aminah binti Wahab, ayah beliau meninggal pada saat beliau berumur 7 bulan dalam kandungan ibunya pada saat perjalanan dagang di Madinah yang ketika itu bernama Yasrib. Pada usia 2 tahun Muhammad didatangi oleh dua malaikat yang muncul sebagai lelaki yang berpakaian putih. Mereka bertangung jawab untuk membedah Muhammad. Pada ketika itu, Halimah dan suaminya tidak menyadari hal tersebut. Hanya anak mereka yang sebaya menyaksikan kedatangan kedua malaikat tersebut lalu mengabarkaan kepada Halimah. Halimah lantas memeriksa keadaan Muhammad, namun tak ada tanda-tanda keanehan yang ditemuinya.[1]
     Pada saat umur 8 tahun beliau telah menjadi yatim piatu, dan beliau diasuh olek kakek dan pamannya, Abdul Mutolib dan Abu Thalib. Pada umur 12 tahun Nabi Muhammad sudah mengenal perdagangan, sebab pada saat itu beliau telah diajak berdagang oleh paman beliau yaitu Abu Thalib ke negeri Syam kabar tentang kejujuran dan siifatnya yang dapat dipercaya menyebar luas dengan cepat, membuatnya banyak dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Mekah. Pada suatu hari saat Nabi Muhammad diajak berdagang oleh pamannya beliau bertemu dengan seorang pendeta Nasrani yaitu Buhaira yang melihat tanda-tanda kenabian Muhammad.[2]
     Ia tinggal di kota Bushra, Selatan Syam (Syiriah), beliau telah melihat tanda—tanda kenabian pada diri Muhammad, kemudian beliau menasehati  Abu Thalib supaya tidak pergi jauh karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi akan menyakiti Nabi Muhammad seandainya diketahui tanda-tanda tersebut. Saat Nabi Muhammad beranjak dewasa telah menarik perhatian seorang yang mendengar tentang adanya seorang anak muda yang bersifat jujur dan dapat dipercaya (al-amin) dalam berdagang, ia adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Beliau seorang yang mempunyai status tinggi dikalangan suku Arab. Seiring berjalannya waktu beliau  menjadi jatuh hati pada Khadijah, inilah perjalanan cinta suci sepanjang sejarah, dan beliau menikah pada umur 25 tahun sedangkan pada saat itu Khadijah berumur 40 tahun, perbedaan umur yang teramat jauh serta status janda yang dimiliki Khadijah tidak menjadi halangan bagi mereka walaupun pada saat itu suku Qurais memiliki budaya yang lebih menekankan kepada perkawinan dengan  seorang gadis ketimbang janda.
     Ketika Muhammad berusia 35 tahun, bersama kaum Qurais, beliau ikut dalam perbaikan Ka’bah. Pada saat pemimpin-pemimpin suku Qurais berdebat tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad, Muhammad dapat menyelesaikan masalah tersebut dan memberi penyelesaian adil. Saat itu ia dikenal dikalangan suku-suku Arab karena sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya ”orang yang dapat dipercaya”.[3]
     Diriwayatkan pula bahwa Muhammad adalah orang yang percaya sepenuhnya dengan keesaan Tuhan (Tauhid). Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat tamak, angkuh dan sombong yang lazim dikalangan bangsa Arab saat itu. Ia dikenal menyayangi orang-orang miskin, janda-janda tak mampu ddan anak yatim serta berbagai penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang sudah membudaya di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum-minuman  keras,  berkelakuan  kasar  dan  lain-lain, sehingga  dikenal  sebagai As-Saadiq yang berarti “yang benar”.
     Pada saat Rasuullah hampir berumur 40 tahun, sesuatu yang paling disukai adalah mengasingkan diri. Dengan membawa roti dari gandum dan air beliau pergi ke Gua Hira di Jabal Nur, yang jaraknya kira-kira dua mil dari Mekah, suatu gua yang tidak terlalu besar, yang panjangnya 4 hasta dan loebarnya antara ¾ hingga 1 hasta. Selama buulan Ramadhan beliau berada di gua ini, beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah, memikirkan keagungan alam sekitarnya dan kekuatan tak terhingga di balik alam.
     Pilihan beliau untuk mengasingkan diri ini termasuk satu sisi dari ketentuan Allah atas diri beliau, selagi langkah persiapan untuk menerima utusan besar sedang ditunggunya. Selagi usia beliau genap 40 tahu, mulai tampak tanda-tanda nubuwah yang menyembul dari balik kehidupan pada diri beliau. Diantara tanda-tanda itu adalah mimpi yang hakiki. Selama enam bulan mimpi itu beliau alami itu hanya menyerupai fajar subuh yang menyingsing. Mimpi itu termasuk salah satu dari 46 bagian dari nubuwah. Akhirnya pada bulan Ramadhan pada tahun ketiga pada masa pengasingan di Gua Hira’, Allah berkehendak untuk melimpahkan rahmat-Nya pada penghuni bumi. Memuliakan beliau dengan nubuwah dan menurunkan Jibril kepada beliau sambil membawa ayat-ayat Al-Qur’an. Aisyahra menuturkan, awal permulaan wahyu yang datang kepada Rosululloh SAW ialah berupa mimpi yang hakiki di dalam tidur beliau, beliau tidak melihat sesuatu di dalam mimpinya melaikan ada sesuatu yang datang menyerupai fajar subuh. Beliau paling suka mengasingkan diri, beliaumenyendiri di Gua Hira’ dan beribadah disana pada malam hari sebelum pulang kekeluarga dan mengambil bekal. Beliau menemui Khadijah dan mengambil bekal seperti biasanya hingga datang kebenaran tatkala beliau sedang berada di Gua Hira’. Malaikat mendatangi beliau syara berkata, “Bacalah!”. Kemudian Beliau menjawab,”Aku tidak bisa membaca”.
     Dia (malaikat Jibril) memegangiku dan merangkulku hingga aku merasa sesak. Kemudian melepasku seraya berkata lagi, “Bacalah!”.
Aku menjawab, “Aku tidak bisa membaca”.
     Dia memegangiku dan merangkulku hingga ketiga kalinya hingga aku merasa sesak, kemudian melepasku.
Rosululloh mengulang bacaan ini dengan hati yang bergetar, lalu pulang menemui Khadijah binti Khuwailid, seraya bersabda, “Selimutilah aku, Selimutilah aku!”. Maka beliau diselimuti hingga badan beliau tidak lagi menggigil layaknya terkena demam.
     “Apa yang terjadi padaku?” Beliau bertanya pada Khadijah, maka ia memberi tahu apa yang baru saja terjadi. Beliau bersabda, “Aku khawatir terhadap keadaan diriku sendiri”.
     Khadijah berkata, “Tidak demi Allah, Allah tidak akan menghinakan dirimu, karena engkau suka menyambung tali persaudaraan, ikut membawakan beban orang lain, memberi makan orang miskin, menjamu tamu dan menolong orang yang menegakkan kebenaran.
     Selanjutnya Khodijah membawa beliau pergi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad  bin Abdul Uzza, anak paman Khodijah. Waraqah adalah seorang nasrani dimasa jahiliyah. Khadijah  berkata kepada Waraqoh, “Wahai sepupuku dengarkan kisah dari saudaramu (Rasulullah)”.
     Waraqah bertanya kepada beliau, “Apa yang pernah engkau lihat wahai saudaraku?”, Rasulullah mengabarkan apa saja yang pernah dia lihat, akhirnya Waraqah berkata, “Ini adalah Namus yang diturunkan Allah kepada Musa, andaikan saja aku masih muda pada saat itu, andaikan saja aku masih hidup tatkala kaummu mengusirmu.
     “Benarkah mereka akan mengusirku?” Beliau bertanya
“Benar, Tak seorangpun pernah membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi. Andaikan aku masih hidup pada masamu nanti, tentu aku akan membantumu secara sungguh-sungguh”, Waraqah meninggal dunia pada saat-saat turun wahyu.
B.     Periode Mekah dan Peradaban Ekonomi yang Dibangun
Pada periode ini Rasulullah memulai dakwah secara sembunyi-sembunyi, dan dakwah ini berjalan selama tiga tahun. Hal ini dilakukan mengingat keadaan Rasulullah saw yang masih lemah dan belum memiliki pengikut, meskipun ia berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang yang disegani dan dihormati. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah islam dilingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khodijah yang menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin Abi Tholib, Abu Bakar sahabat beliau, lalu Zaid, bekas budak beliau. Setelah itu banyak yang masuk Islam dengan perantara Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabikunal Awwalan (orang-orang yang lebih dulu masuk Islam), mereka adalah Utsman bin Affan, Zubairbin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rahman  bin Auf, Thalhah  bin Ubaidillah, Abu Ubaid bin Jarrah, Al Arqom bin Abil Arqom, yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah.[4]
Semakin lama orang-orang dari golongan Quraisy banyak yang masuk Islam, mereka masuk Islam secara sembunyi-sembunyi karena Rasulullah berdakwah secara individu dan rahasia.
Langkah yang kedua yang Rasulullah lakukan adalah berdakwah secara terang-terangan, Rasulullah pun menyeru kepada suku Quraisy mengenai tauhid dan iman kepada risalah beliau serta iman kepada Hari Akhirat di atas Bukit Shafa. Lagi-lagi Abu Lahab mencela beliau hingga pada akhirnya turunlah surat Al Lahab karena peristiwa tersebut. Seruan beliau terus bergema di seantero Mekah, hingga kemudian turun surat Al-Hijr: 94 yang membuat beliau semakin bersemangat untuk bangkit dan menyerang berbagai khufarat dan kebohongan syirik yang sama sekali tak bernilai. Karena hal itu, kaum Quraisy pun mendatangi paman beliau Abu Thalib, dan meminta agar Abu Thalib menghentikan semua yang dilakukan Rasulullah, namun sayangnya Abu Thalib menolak. Begitu Nabi Muhammad tidak menghentikan dakwahnya banyak cara yang mereka lakukan.
Namun semua yang mereka semua selalu saja gagal, secara bujuk rayu maupun tindakan-tindakan kekerasan secara fisik. Sampai mereka berani melawan Al Qur’an. Dan puncak dari segala kekerasan yang dilakukan aleh kaum Quraisy adalah pemboikotan terhadap Bani Hasyim yang merupakan tempat Nabi Muhammad berlindung. Pemboikotan ini berlangsung selama 3 tahun, para penduduk Mekah dilarang berinteraksi, dan melakukan jual beli kepada Bani Hasyim.[5]
Sebelum fathul Mekah keadaan mereka sangat memprihatinkan karena begitu bencinya kaum kafir Qurais kepada umat Nabi Muhammad, berbagai cara dilakukannya agar dakwah beliau berhenti, karena keadaan itu akhirnya para pengikut Nabi Muhammad berhijrah ke Habsyah (Ethiophia) yang saat itu dipimpin oleh seorang raja yang adil, fathul Mekah adalah perjanjian damai antara kaum Muslimin Madinah dan kaum Quraisy dan kaum Qurais di kota Mekah yang ditandatangani pada nota kesepakatan Shuhl Hudaibiyah pada tahun 6 Hijriyah. Termasuk di dalamnya adal di kota Mekah yang ditandatangani pada nota kesepakatan Shuhl Hudaibiyah pada tahun 6 Hijriyah. Termasuk di dalamnya adalah nota perjanjian adalah siapa saja yang boleh bergabung pada salah satu kubu, baik kubu Nabi Muhammad dan kaum Muslimin Madinah atau kubu orang kafir Quraisy Mekah.
Akan tetapi kaum musyrikin menjadikan perjanjian itu sebagai aksi balas dendam terhadap Bani Khuzaah, akibat aksi ini maka batallah perjanjian hudaibiyah, dan Rasulullah menyerang bani Bakar secara tiba-tiba. Oleh karena itu kaum Quraisy menyesal atas perbuatan itu dan mereka mengutus Abu Sofyan menemui Rosul untuk memperbaiki perjanjian itu tapi hasilnya nihil. Setelah terjadinya fathul Mekah kota Mekah telah sempurna dikuasai oleh kaum Muslimin dan semua berhala yang ada di sekeliling Ka’bah telah dihancurkan, dan Nabi melepas semua gambar yang ada di dalam Ka’bah.[6]
Konflik dan tindakan Nabi pada saat itu.
No
Konflik/tekanan yang dihadapi
Tindakan Nabi Muhammad
1.

Cara halus yang berbentuk bujukan diplomatik melalui pamannya
Ditolak dengan penuh keyakinan dengan mengatakan “meskipun matahari diletakkan ditangan kanan saya dan bulan ditangan kiri saya dan saya disuruh memilih untuk meninggalkan tugas dakwah ini biar Allah sendiri yang memenangkannya nanti atau saya mati dalam tugas ini niscahya saya tidak akan suru”
2.
Cara kasar salah satu contohnya dengan meletakkan kotoran manusia didepan rumah Nabi atau ketika beliau sholat seperti yang dilakukan Uqbah dari Bani Syam 
Selalu tersenyum dan langsung membersihkan tanpa merasa sakit hati
3.
Pemboikotan terhadap Bani Hasyim selama 3 tahun
Menghadapi dengan sabar
4.
Penyiksaan terhadap pengikut dara kaum lemah seperti bilal
Memerintahkan para sahabat untuk hijrah salah satunya ke Raja Najasi[7]

Keadaan masyarakat Islam Mekah
Mekah merupakan kota penting pada saat itu baik dikarnakan tradisi maupun budayanya. Ajaran Nabi Muhammad Islam disamping berhadapan dengan agama politisme yang telah mengakar kuat juga harus melawan oposisi dari pemerintahan oligarki. Hal ini terbukti dengan banyaknya kesamaan asensi dalam hal ibadah, misalnya dalam hal puasa, dan sholat. Kesamaan ritual inilah yang menjadi salah satu penyebab ketertarikan masyarakat Mekah terhadap ajaran Nabi.[8]
Dan setelah hari itu Mekah dikuasai oleh kaum muslimin perdagangan yang ada disanapun maju, Nabi Muhammad menerapkan sistem persaudaraan pada perdagangannya dan melarang sistem perdagangan yang merugikan orang lain.
C.    Periode Madinah dan Peradaban yang Dibangun
Dalam perioda ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad meletakkan dasar-dasar masyarakat islam di Madinah, sebagai berikut:
1.      Mendirikan masjid
Tujuan Rasulullah adalah untuk mempersatukan umat islam dalam suatu majelis, sehingga di majelis ini umat islam bisa bersama-sama melaksanakan shalat jama’ah secara teratur, mengadili perkara-perkara dan musyawarah. Masjid ini memegang peranan penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempererat tali ukhuwah islamiah.
2.      Mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum anshar dan muhajirin.
Rasulullah mempersatukan keluarga-kelRasulullah mempersatukan keluarga-keluarga islam yang terdiri dari muhajirin dan anshar .
3.      Perjanjian salinng membantu antara sesama kaum muslimin dan bukan kaum muslimin.
Nabi muhammad hendak menciptakan toleransi antar golongan yang ada dimadinah, oleh kamu itu nabi membuat perjanjian antara kaum muslimin dan kaum non muslimin.
4.      Meletakan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial untuk  masyarakat baru.
D.    Peperangan Rasulullah
a)      Perang badar
Perang badar adalah salah satu perang pertama yang dilakukan oleh kaum muslimin, orang-orang muslim mulai melakukan dengan kegiatan militer
b)      Perang uhud
Setelah perang badar ada lagi perang yang tejadi dimasa itu yaitu perang uhud, banyak strategi yang Rasul sampaikan kepada pasukannya. Rasulullah menugaskan kepada pada para pemanah menempati posisi di atas bukit sebelah selatan Wadi Qanat, pada pasukan ini dipimpin oleh Abdullah Bin Jubair ,An-Nu’aman , AL-Assari,al-Ausi. Nabi bersabda kepada para pemanah.” Lindungilah kami dengan anak panah agar musuh tidak menyerang kami dari arah belakang.
c)      Perang Ahzab atau khandaaq
Pada  peperangan ini rasulullah membuat strategi dengan menyuruh setiap sepuluh orang laki-laki diberi tugas untuk menggali parit sepanjang 40 hasta.
Perang khadaaq terjadi pada tanggal 5 H pada bulan syawwal. Orang-orang syirik mengepung rasulullah dan orang-orang muslim selang waktu satu bulan penuh atau mendekati.







[1] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali pers, 2010), hal. 17
Novia Syarifa’amala dan Ismiyanti Nurjanah
[2] Ibid., hal. 18
[3] Ibid., hal. 19
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban, (Jakarta: bumi Aksara, 2010), hal. 65. Sulastri dan Dwi Hapsari
[5] Ibid., hal. 66
[6] Ibid., hal. 67
[7] Istianah Abubakar, sejarah peradaban islam, (Malang: Malang pers, 2008), hal. 16
[8] Ibid, hal. 14
[9] Samsul munir amin, sejarah peradaban islam (bumi aksara, jakarta:2010) hal.68


Tidak ada komentar:

Posting Komentar