DESI ANGGARA 14117964
ALIRAN DAN TOKOH-TOKOH MURJI’AH
A. Definisi Murji’ah dan Kumunculannya
Nama Murji’ah
diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a memberikan harapan yaitu pelaku
dosa besar untuk memperoleh pengampunan dari rahmat Allah SWT. Selain itu arja’a berarti pula meletakkan di
belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh
karena itu Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang
yang bersengketa, yaitu Ali dan Mu’awiyah, serta setiap pasukanya pada hari
kiamat kelak.
Ada
beberapa teori yang berkembang mengenai asal usul kemunculan murji’ah. Teori
pertama menyatakan bahwa gagasan irja’ atau
arja’a di kembangkan oleh sebagian
sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika menjadi
pertikaian politik dan untuk menghindari sektarisme. Murji’ah baik sebagai
kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersama dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Murji’ah pada saat itu musuh berat khawarij.
Teori lain menyatakan bahwa gagasan irja’ yang berupa basis doktrin murji’ah
muncul prtama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan cucu Ali bin Abi
Thalib, yaitu Al-Hasan bin Muhamad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695M. Penggagas
teori ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah meneninggalnya Muawi’ah tahun 680M, dunia islam di
koyak oleh pertikaian sipil, yaitu Al-Mukhtar yang membawa paham syi’ah ke
kufah dari tahun 685M-687M. Ibnu Zubair mengklaim kekhalifahan di Mekah hingga
kekuaaan islam. Sebagai respon dari keadaan ini muncul gagasan irja’ atau
penangguhan (posponenment). Gagasan ini nampaknya pertama kali di gunakan
sekitar tahun 695M oleh cucu Ali bin Abi Thalib, yaitu Al-Hasan bin Muhamad
Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya yang tampak autentik.
Dalam
surat itu Al-Hasan menunjukan sikap politiknya dengan mengatakan : ’’kita mengakui
Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhnya keputuan atas persoalan yang terjadi
pada konflik sipil yang pertama yang
melahirkan Ustman, Ali dan Zubai (seorang tokoh pembelot di Mekkah), dengan
sikap politik ini, Al-Hasan mencoba mengulangi perpecahan umat islam, ia
kemudian menolak berdampingan dengan kelompok syi’ah revolusioner yang
terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya.serta menjauhkan diri dari khawarij
yang menolak mengakui ke khalifahan mu’awiyah
dengan alasan bahwa ia ialah pendosa Ustman.[1]
Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi
perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah,
di lakukanlah tahkim (arbirase) atas utusan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi
dua kubu, yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar
dari Ali, yaitu kubu Khawarij,
memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan Al-Quran dalam pengertian tidak
bertakhim berdasarkan hukum Allah SWT. Oleh karena itu khawarij berpendapat bahwa melakukan tahkim itu membunuh tanpa
alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik.
pendapat khawarij tersebut ditantang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah dengan mengatakan bahwa pembuat
dosa besar tetap mukmin, tidak kafir. Sementara dosanya diserahkan kepada Allah
SWT.
B.
Sejarah
Murji’ah
Sejak
terjadinya ketegangan politik diakhir pemerintahan Utsman bin Affan, ada
sejumlah sahabat nabi yang tidak mau ikut campur dalam politik. Selanjutnya
ketika terjadi salah menyalahkan antara perselisihan pihak pendukung Ali dan
pihak penuntut bela kematian Utsman bin Affan, maka mereka bersikap irja’
yakni menunda putusan siapa yang bersalah.
Menurut
mereka biarlah Allah saja yang nantinya akan yang memutuskan siapa yang bersalah
diantara mereka yang tengah berselisih ini. Karena penundaan, semua keputusan
berada ditangan Allah SWT, serta senantiasa berharap Allah akan mengampuni dosa-dosa pelaku dosa besar tersebut, kemudian
mereka ini populer dengan sebutan golongan atau aliran murji’ah yaitu orang
yang mendapat putusan para pelaku dosa besar sampai ada ketetapan dari Allah,
dengan berharap bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka itu. Pemimpin dari
kaum murji’ah ini adalah Hasan bin
Bilal Al-Muzni, Abu Salad As Amman (meninggal 152 H),Tauban dan Dhinar bin
Umar.
Adapun
hal-hal yang melatar belakangi kehadiran murji’ah
antara lain:
Ø
Adanya pertentangan pendapat aantara
orang-orang syi’ah dan khawarij, mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut
kekuasaan Ali dan mengkafirkan orang-orang yang terlibat dan menyetujui adanya
tahkim dalam perang shiffin.
Ø
Adanya pendapat menyalahkan pihak Aisyiah,
cs.yang menyebabkan pecahnya perang shiffin.
Ø
Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang
ingin merebut kekuasaan Utsman ibnu Affan.
Kaum
murji’ah lahir permulaan pada abad
ke-1 Hijriah setelah melihat hal-hal di bawah ini :
v Kaum
syi’ah menyalahkan bahkan
menghafirkan orang-orang yang merebut
pangkat khalifah dan saidina Ali ra.
v Kaum
khawarij menghukunm kafir khalifah
Mu’awiyah karena melawan pada khalifah yang sah, yaitu saidina ‘Ali Ra, begitu
juga kaum khawarij menghukum kafir
saidina ‘Ali Ra karena menerima tahkim dalam peperangan siffin.
v Kaum
Mu’awiyah menyalahkan orang-orang
pihak Ali karena memberontak melawan saidina Utsman bin Affan Ra.
v Sebagian
pengikut saidina Ali Ra menyatakan kesalahan atas sikap Ummul Mukminin yaitu
Siti Aisyah Ra, sikap sahabat Thalhah dan Zubair yang menggerakkan perlawanan
terhadap saidina Ali sehingga terjadi “peperangan
jamal”.
Kaum murji’ah
berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa besar tersebut masih mukmin
yaitu, mukmin yang berdosa tidak berubah menjadi kafir. Orang mukmin yang
melakukan dosa besar itu dianggap
mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan nabi Muhammad SAW sebagai
Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih
tetap signifikansi.
Secara
etimologi Murji’ah memiliki beberapa pengertian antara lain :
ü Penundaan,
menunda atau mengembalikan urusan mereka yang mukmin dan melakukan dosa besar
kemudian mati sebelum tobat kepada Allah.
ü Penghargaan,
orang mukmin yang berbuat dosa besar tidak kafir sebagai penghargaan atas
iman mereka kepada Allah.
ü Penyerahan,
menyerahkan segala urusan kepada Allah sebagai Dzat yang Maha Tahu dan Maha
Adil. Tidak ada yang berhak menghukumi seseorang selain Allah.
ü Menjadikan
sesuatu di belakang, amal seseorang tidaklah penting dan tidak akan
mempengaruhi iman. Hal ini sebagaiman orang kafir yang beramal tidaklah
mempengaruhi pendustaan mereka kepada Allah (keimanan).[2][1]
Menurut mereka penganut Murji’ah, masalah iman adalah urusan Allah. Dan bukan urusan mereka yang perlu diperdebatkan. Selama ada kepercayaan
kepada Allah maka mereka dihukumi mukmin, meskipun dalam dzahirnya bertentangan
dan tidak menjalankan syari’at. Karena mereka yang kafir adalah mereka yang tidak
kenal Allah atau bodoh tentang-Nya. Bahkan jika
mereka menjalankan ajaran agama lain, bersujud pada berhala
dan mengaku percaya pada trinitas.[2] Mereka memisahkan amal dan iman yang ada dalam
hati (Al-Fashlu Baynal Amal Wa Al-Iman).[3]
Hal ini
sebagaimana amal yang dilakukan orang kafir tidak akan mempengaruhi hati atau
keimanan mereka.
mengucapkan
dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang
tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pemikiran yang paling menonjol dari
aliran ini ialah bahwa pelaku dosa besar tidak dikatagori sebagai orang kafir,
karena mereka masih memiliki keimanan dan keyakinan dalam hati bahwa Tuhan
mereka adalah Allah, Rasul-Nya adalah nabi muhammad, serta Al-quran sebagai
ajarannya.
C.
Ajaran
Murji’ah
Pokok-pokok
ajaran mur’jiah dapat disimpulkan
sebagai berikut:
ü Iman
hanya pengakuan dalam hati.
ü Orang
yang berbuat dosa besar tidak dihukumi kafir, tapi masih mukmin selama ia
mengakui dua kalimat syahadat.
ü Hukum
segala perbuatan manusia, ditangguhkan hingga sampai hari akhir kelak.
Sebagai
konsekwensinya ajaran tersebut di atas, melahirkan pendapat-pendapat lain,
yaitu :
1. Keimanan
merupakan pokok ajaran, sedangkan amal suatu hal yang nomor dua, dengan kata lain
amal tidak berpengaruh pada iman. Ajaran inilah yang nanti di kemudian hari
menimbulkan kesan yang tidak baik di
kalangan murji’ah sendiri, ajaran
ini memberi ruang lingkup yang lebih
luas pada umat islam, tidak perlu khawatir dicap kafir, akan tetapi ajaran ini mengaburkan identitas keimanan
sesorang, padahal agama merupakan misi untuk membina kepribadian seseorang.
2. Orang
berbuat dosa besar masih punya mempunyai harapan memperoleh rahmat, ia masih
mu’min dan tidak kafir. Hal ini berarti
suatu sikap yang lunak terhadap para maksiat dan akan berakibat berkembangnya
masyarakat serba bebas dari ikatan nilai dan norma.
D.
Tokoh-tokoh Aliran dalam Murji’ah
Pemimpin
utama Madzhab murji’ah ialah Hasan ibn
Bilal Al Muzni, Abu Salat As-Sammam dan Dirar ibn Umar. Untuk mendukung
perjuangan pendapat Murji’ah ini pada
masa Umayyah telah muncul sebuah
syair yang [4]terkenal
tetang i’tikad dan keyakinan Murji’ah yang di gubah oleh Tsabiti
Quthnah.
Dari
segi politik, Murji’ah sangat
menguntungkan pada khalifah, semasa Bani Umaiyyah
karena dengan dogma mereka dapat mencegah pemberontakan terhadap pemerintah. Dalam
proses perkembangan selanjutnya terjadi perpecahan dan perbedaan pendapat, ada
yang moderat ada pula yang ekstrim. Dalam Murji’ah tidak terdapat aliran atau sekte dalam arti yang
sebenarnya, yang ada hanya pendapat pribadai yang didukung oleh orang lain.
Murji’ah
yang moderat antara lain Hasan ibn Muhammad ibn Abi Thalib
antara lain berpendapat walau bagaimanapun besar dosanya, kemungkinan
pengampunan Tuhan masihada.Dan yang ekstrim antara lain Al-Jahmiyah,As-
Sahalihiyah, Al-Yunusiy .Al-Ubaidiyah dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap-tiap
kelompok menjelaskan seperti berikut :
Ø Jahmiyah,
kelompok jahm bin shafwan dan para pengikutnya berpandangan bahwa orang yang
perca ya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah
menjadi kafir karena iman dan kufur bertempat didalam hati bukan pada bagian
lain dalam tubuh manusia.
Ø Syalihiyah,
kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah pengetahuan
Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu
Tuhan. Sholat bukan merupak ibadah kepada Allah yang dimaksud ibadah adalah
iman kepada–Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula dengan zakat, puasa dan
haji bukanlah ibadah, melaikan sekedar menggambarkan kepatuhan.
Ø Yunusiyah
dan Ubaniyah melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan
jahat tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin
Sulaiman berpendapat bahwa berbuat jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak
iman seorang sebagai musyrik (polytheist).
Ø Hasaniyah
menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan bahwa “saya tahu Tuhan melarang makan
babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”.
Maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir, begitu pula orang mengatakan
“saya tahu Tuhan mewajibakn naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah
Ka’bah di India atau tempat lain?
Asy
Syahratsani membagi kelompok-kelompok pendapat Murji’ah itu kepada empat, yaitu
:
Ø Murji’ah
Khawarij
Ø Murji’ah
Qodariyah
Ø Murji’ah
Jabariyah
Ø Murji’ah
Asli
Secara
fisik Murji’ah lenyap bersama
turunnya Bani Ummayah. Namun dalam sejarah perkembangannya cukup banyak mengisi
lembaran sejarah. Dalam politik mereka sebagai moderator yang tidak mudah apriori
dan dalam teologi termasuk orong yang berhati-hati dalam menghukum orang sebagai
kafir.[5]
E. Pokok
Pemikiran Kelompok Murji’ah
Diawali
dari pemerintahan yang terjadi konflik yaitu persoalan kekuaaan, kepemimpinan sampai
kepada masalah teologi dimulai pada masa pemerintahan Utsman dan Ali, yaitu
disaat terjadinya pergolakan-pergolakan politik di kalangan umat islam.
Perjuangan politik untuk merebut kekuasaaan selalu dibingkai dengan ajaran
agama sebagai payung pelindung. Baik bagi kelompok yang menang demi untuk
mempertahankan kekuasaannya, maupun kelompok yang kalah untuk menyerang
lawan-lawan politiknya.
Dari sini dapat dikatakan mazhab-mazhab fikih
dan aliran-aliran teologi dari islam lahir dari konflik politik yang terjadi
dikalangan umat islam sendiri.untuk kepentingan dan mendukung politik
masing-masing kelompok ulama. Dari kedua
kelompokpun memproduksi hadits-hadits palsu dan menyampaikan fatwa-fatwa berkepihakkan.
Adanya keterpihakan kelompok pada pertentangan tentang Ali bin Abi Thalib,
memunculkan kelompok lainnya yang menentang dan berposisi terhadapnya. Begitu pula terdapat
orang-orang yang netral, baik karena
mereka menganggap perang saudara ini sebagai suatu fitnah (bencana) lalu mereka
berdiam diri, atau mereka bimbang untuk menetapkan Had dan kebenaran pada
kelompok yang ini atau Khalifah dan kerajaan.
Aliran
murji’ah ini muncul sebagai reaksi
atau sikap yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang
yang melakukan dosa besar (Nata Abudin 2001:33). Aliran murji’ah adalah aliran islam yang muncul pada golongan yang tak
sepaham dengan khawarij. Ini tercemin
dari ajarannya yang bertolak belakang dengan khawarij. Pengertian murji’ah
sendiri ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seorang sampai
dipengadilan Allah kelak.
Jika
mereka tak mengkafirkan seseorang muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak
menjatuhkan hukuman terhadap pelaku dosa besar hanyalah Allah SWT, sehingga
seorang seorang muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap
diakui sebagai muslim dan punya harapan untuk bertaubat. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan
lahir bersamaan dengan kemunculan syi’ah
dan khawarij.
Kelompok
ini menganggap bahwasanya pembunuhan dan pertumpahan darah yang terjadi di
kalangan kaum muslimin sebagai suatu kejahatan yang benar, namun mereka menolak
menimpahkan kesalahan kepada salah satu diantara kedua kelompok yang saling
berperang yaitu kubu Ali dan Muawiyyah.
Pada mulanya kaum murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya
persoalan khalifah yang membawa perpecahan dikalangan umat islam setelah Usman
bin Affan mati terbunuh, munculnya permasalah ini dipicunoleh perlahan-lahan menjadi permasalahan tentang
ketuhanan.
F. Sekte-Sekte Murji’ah
Kemunculan
sekte-sekte dalam kelompok murji’ah tampaknya
perbedaan pendapat (bahkan hanya dalam
hal intensitas) dikalangan para pendukung murji’ah sendiri. Dalam hal ini,
terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan
sekte-sekte muji’ah kesulitannya
antara lain adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh pengamat lain. Tokoh yang
dimaksud adalah Washid bin Atha dari Mustazi’lah, dan Abu Hanifah dari Ahlus
Sunnah. Oleh karena itulah Ash Syahrastani seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan sekte-sekte murji’ah sebagai berikut:
a) Murji’ah
Khawarij
b)
Murji’ah Qodariyah
c) Murji’ah Jabariyah
d) Murji’ah
Murni[6]
e) Murji’ah
sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah)[7]
Sementara
itu, Muhammad Imarah menyebutkan 12
sekte Murji’ah yaitu :[8]
1. Al-Jahmiyah,
pengikut Jahm bin Shufwan.
2. Ash-Shalihiyah,
pengikut Abu Musa Ash- Shalahi.
3. Al-
Samariyah, pengikut Abu Samr dan Yunus.
4. As-syaubataniyah
, pengikut Abu Syauban.
5. Al-Ghailaniyah,
pengikut Abu Marwan Al-Ghailainiyah bin Marwan
Ad-Dimsnqy.
6. An-Najariyah,
pengikut Al-Husain bin Muhammadikut
An-Najr.
7. Al-Hanafiyah,
pengikut Abu Hanafiah An-Nu’man.
8. Asy-Syabibiyah,
pengikut Muhammad bin Syabib.
9. Al-Mu’aziyah,
pengikut Muadz Ath-Thaumu.
10. Al-Murisiyah,
pengikut Basr Al-Murisy.
11. Al-Karamiyah,pengikut
Muhammad bin Karam A s-S ijistany.
12. Al-Yunushiyah,
pengikut Yunus As-Sanary.
G. Idiologi Menurut Tokoh-tokoh Murji’ah
1. Iman
hanya pengakuan dalam hati.
2. Orang
yang berbuat dosa besar tidak di hukumkan kafir, tapi masih mu’min selama ia
masih mengikuti dua kalimat syahadat.
3. Hukum
segala perbuatan manusia, ditangguhkan hingga akhir kelak.
Menurut syahratsani mengatakan bahwa Husain
ibn Muhammab ibn Abi Thalib adalah orang petama menyebut “irja”, akan tetapi ini belum sepenuhnya bahwa dia adalah pendiri
golongan ini.[9]
H.
Pengaruh
Aliran Murji’ah Pada Masa Sekarang
Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum
Khawarij, kaum Murji’ah pada mulanya juga ditimbulkan oleh persoalan politik,
tegasnya persoalan khalifah yang membawa perpecahan di kalangan umat
Islam setelah Usman Ibn Affan mati terbunuh.
v Sisi Positif
Murji’ah
1. Orang Islam
yang berdosa besar itu tetap mengakui, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan nabi
Muhammad adalah Rasul-Nya. Dengan kata lain prang serupa tetap mengucapkan
kedua syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang
berdosa besar menurut pendapat golongan ini tetap mukmin dan bukan kafir.
2. Orang yang
telah melakukan besar, tidak kekal dalam neraka, sehingga memberi harapan bagi
yang berbuat dosa besar untuk menapatkan rahmat-Nya. Tetapi pelaku dosa besar
tetap mendapat hukuman di dalam neraka sesuai dengan dosa yang dilakukannya.
v Sisi Negatif
Murji’ah:
1. Kaum
Murji’ah berpendapat bahwa yang diutamakan itu adalah iman, sedangkan perbuatan
ke beri kedudukan ke dua.
2. Islam yang
percaya pada tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah
menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya di dalam hati, bukan
dalam bagian lain dari tubuh manusia. Bahkan orang demikian juga tidak menjadi
kafir, sungguhpun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran-ajaran yahudi atau
agama kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinity,
dan kemudian mati. Orang demikian bagi allah tetap merupakan seorang mukmin
yang sempurna imannya.
3. Dalam
pengertian mereka, sembahyang tidaklah merupakan ibadat kepada Allah, karena
yang disebut ibadat ialah iman kepadanya dalam arti mengetahui Tuhan.
[1] Nata
Abidin, Ilmu Kalam dan Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Pesada, th 2001)
[2]http://philosopherscommunity.blogspot.com/2012/07/murjiah.html
Siradjuddin abbas, i’tiqad ahlusunnahwal-jamaah( jakarta, pustaka
tarbiyah 1992)
[4] Yusran
Asmuni, ilmu tauhid (cv pedoman ilmu jaya jakarta kramat jaya 3 j)
[5] Badri
,ketentuan akad dalam islam(jakarta pustaka 2011
[6] .Abdul
Rozak dan rosihon Anwar, ilmu kalam (pustaka setia bandung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar