Rabu, 30 Desember 2015

ILMU AKHLAK



DESI ANGGARA    14117964
1.   ILMU AKHLAK
A.    Pengertian
Menurut bahasa (etimologi)perkataan akhlak ialah bentuk jamak dari khuluk (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, anggota gerak badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethios atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethios kemudian berubah menjadi etika.[1]
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisinikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dilihat dari sudut istilah (terminologi), para ahli berbeda pendapat, namun intinya sama yaitu tentang perilaku manusia. Pendapat-pendapat ahli tersebut dihimpun sebagai berikut:
1.   Abdul Hamid mengatakan akhlak ialah tentang ilmu keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong dari segala bentuk keburukan.
2.   Ibrahim Anis mengatakan akhlak ialah ilmu yang objeknya membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat disifatkan dengan baik dan buruknya.
3.   Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiaasaan baik dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut akhlaqul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut akhlaqul madzmumah.
4.   Soegarda Poerbakawatja mengatakan akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan, dan kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.[2]
5.   Hamzah Ya’qub mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
a.    Akhlak ialah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
b.   Akhlak ialah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.[3]
Secara linguistik kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim tidak memliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlaq adalah jamak dari kata khiqun atau khuluqun, baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadis.
Dari keseluruhan definisi akhlak tersebut ada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Misalnya si A orang yang berakhlak dermawan, maka sifat dermawan tersebut telah mendarah daging, kapan dan dimanapun  sikapnya itu di bawanya, sehingga identitas yang membedakan dirinya dengan orang lain. Namun, jika si A kadang-kadang dermawan dan kadang-kadang bakhil maka si A belum dapat dikatakan seorang yang dermawan.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila. Karena perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan tidur, hilang ingatan, mabuk, atau perbuatan reflek seperti berkedip, tertawa dan sebagainya bukanlah perbuatan akhlak. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sehat akal pikirannya. Namum karena perbuatan tersebut sudah mendarah daging, sebagaimana disebutkan pada sifat yang pertama, maka pada saat akan mengerjakan sudah tidak lagi memerlukan pertimbanganatau pemikiran lagi.  
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.
Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
Kelima, sejalan dengan ciri keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.
Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memilki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya.  kemudian membentuk satu kesatuan yang yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata karma.
Ilmu akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus di tuju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan mejalankan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.[4]
Dari pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa Ilmu Akhlak Ialah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus dihindari dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia dan makhluk disekelilingnya dalam kehidupannya sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai norma.

B.     Dasar Hukum
Ilmu akhlak dapat dilihat dalam Al-Qur’an. Misalnya kita baca ayat yang berbunyi:

وَانَّكَ لَعَلٰى خُلُقِ عَظِيْمٍ (ا لقلم : ٤ )
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-Qalam, 68:4)

اِنْ هٰذ ااِلاَّ خُلُقُ اْلا خُلُقُ اْلاَ وَّ لِيْنَ  (اثعر : ۱۳٧   )

(Agama kita) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dahulu. (QS. al-Syu’ara, 26:137)

فَلاَ وَرَبِِّكَ لاَ يُؤ مِنُوْنَ حَتَّى يُحَكِّمُوْكَ فيمَاشَجَرَ بَينَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُ وْانِيْ انْفُسِِْْ حَرَ جَا مِمَّا قَضَيْتَ وَ يُسَلّمُوْا تَسْلِسْمًا (النساء : ٦٥)
Maka demi Tuhan engkau, mereka belumlah dinamakan beriman, sebelum mereka meminta keputusan kepada engkau (Muhammad) dalam perkara yang menjadi perselisihan di antara mereka, kemudian itu mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap apa yang engkau putuskan dan mereka menerima dengan senang hati. (QS. Al-Nisa, 4:45).
انما كَا نَ قَوْ لَ المُؤْمنينَ اِذَادُعُوْاإِلَى اللّهِ وَرَسُوْلِه لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْاسَمِعْنَا وَ اَطَعْنَا وَاُولٰنكَ هُمَ المُفْلِحُونَ ( النور: ٥١)
Ucapan orang yang beriman itu, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya untuk diputuskan perkara di antara mereka, hanyalah orang yang mengatakan “Kami dengar dan kami patuhi”, dan itulah orang yang beruntung. (QS. Al-Nur, 24: 51).
اِنَّمَاالمُؤ مِنُوْنَالَّذِ يْنَ اِذَ اذُ كِرَ اللَّهِوَجِلَتْ قُلُوْبَهَمْوَاِذَ اتَلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهُ زَادَ تْهُمْ اِيْمَانًا وَّ عَلى رَبّهَمْ يَنَوَكَلُونَ  الَّدِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَوَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يَنْفِقُوْ نَ أُولٰئِِكَ هُمُ الْمُؤ مِنُوْ نَ حَقًا (الانفال : ٣-٤)
Sesungguhnya orang-orang beriman itu apabila disebut nama Allah, hati mereka penuh ketakutan, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat (keterangan) Allah, keimanan mereka bertambah karenanya dan mereka menyerahkan diri kepada Tuhannya. Mereka mengerjakan sembahyang dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang sebenarnya beriman. (QS. Al-Anfal, 8: 2-4)
قَدْاَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ٥الَّدِيْنَ هُمْ فِى عَلَوتِعْونَ هوَالَّدِ ينَ هُمْ عَنِ اللَّعْوِمُعْرِضَوْنَ ٥وَالَّدِينَ هُمْ للِزَّكَاةِفَاعِلُوْنَ ٥وَالَّذِيْن هُمْ لِفُروْجهِمْ حَافِظُوْنَ ٥
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang khusyu dalam sembahyangnya, dan menjauhkan diri dari (perbuatan-perbuatan) yang tidak berguna. Dan mengerjakan perbuatan suci (membayar zakat) dan mereka yang menjaga kesopanan. (QS. Al-Mukminun, 23:1-5).

ا اِنَّمَاالْمُؤْمِنُوْابِاللّٰهِوَرَسُوْلِهِثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْاَجَاهَدَوْابِاَمْوَالِهِمْوَاَنْفُسِهِمْ فِى سَبيْلِاللّٰهِاُولٰئِك همُلَّادِقَونَ (الهجرات:١٥)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang tidak ragu-ragu dan senantiasa berjuang dengan harta dan dirinya di jalan Allah. Itulah orang-orang yang benar (keimanannya). (QS. Al Hujurat, 49:15)
Begitu pula Ilmu Akhlak dapat dilihat dalam berbagai hadis, seperti misalnya :
لاَيُؤْمِنُ احَدُكُم ْحتَّى يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Tidak sempurna keimanan seseorang sehingga ia mau mencintai saudaranya, sebagaimana mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari dan Muslim).
لاَيُؤْمِنُ الْعَبْدُاْلاِيْمَاَكُلّهُ حَتَّى يَتْرُكَ الْكَذِبَ مِنَ المَزَاحَةّ وَيَتْرُكَ الْمِرَاءَوَانْ كَانَصَادِقًا
Seseorang belum dianggap total (sempurna) keimananya, kecuali ia mau meninggalkan kedustaan dari senda gurau (percakapan) nya dan meninggalkan pertengkarannya walaupun ia termasuk orang yang benar. (HR. Ahmad).
لَيْسَ اْلمُؤْمِنْ بِالَّذِى يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَاثِعُ الىَ جَنْبِهِ
Bukanlah termasuk mukmin (yang Baik) yaitu orang yang merasa kenyang (sendiri) sementara tetangganya yang dekat menderita kelaparan. (HR.Ahmad)
 لَيْسَ منْ اَجْلاَ قِ الْمُؤْمِنِ الْمُتَمَلَّقُ وَلاَالْحََسَدُاِلاَّفِى طََلَبِالعِلْمِ
Bukanlah termasuk akhlak dari seorang mukmin, yaitu orang yang tidak pernah merasa cukup dan bersikap iri, kecuali dalam hal mencari ilmu. (HR. Baihaqi dari Mu’az).
 مَنْ كَا نَ يُؤْمِنُِ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الاخِرفَلْيُحْسِنْ اِلَى جَارِهِ وَمَنْ كَانَ بُؤْمِنَ بِاللٰهِ وََالْيَوْمٍ اْلاٰخِرِفَلُْيُكْرِمْ ضََََيْفَهُ  وَمَنْ كَانَ يُؤْ مِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الاٰخِرِ فَلْيَقُلْ خَْيْرًااَوْلِيَصْمتْ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia bebuat baik kepada tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau sebaliknya diam saja. (HR. Bukhari Muslim).
Dalam Undang-undang tentang pendidikan juga menegaskan tentang akhlak. Misalnya pada undang-undang berikut:
pasal 31 ayat (3) termaktub: "Pemerintah mengusahakan dengan menyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang."
 Dalam UU Sisdiknas, pasal 3 ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah "...untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
C.    Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Jika definisi tentang Ilmu akhlak tersebut kita perhatikan dengan seksama, akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan Ilmu Akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk.
Dengan demikian objek pembahasan Ilmu Akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kita katakan baik atau buruk maka ukuran yang harus digunakan adalah ukuran normatif.
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam Ilmu Akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Selanjutnya ditentukan kriteriannya apakah baik atau buruk. Dalam objek kajian Ilmu Akhlak disini adalah perbuatan yang memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan,sebenarnya, mendarah daging dan telah dilakukan secara kontinyu atau terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya.
Selanjutnya tidak ke dalam perbuatan akhlaki, yaitu perbuatan yang alami. perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang tidak dilakukan karena sengaja, atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan tidak atas dasar pilihan.
Perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang dalam keadaan tidak disertai kesadaran atau kemauan diri sendiri tidak dapat disebut perbuatan akhlak, karena semua perbuatan tersebut tidak dilakukan dengan sengaja.
Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah Ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan manusia dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, dan sungguh-sungguh atau sebenarnya, bukan perbuatan yang pura-pura dan selanjutnya diberi nilai baik atau buruk.
D.    Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Ilmu Akhlak berfungsi memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik atau yang buruk. Maka seseorang yang mempelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan tentang kretaria perbuatan yang baik dan buruk itu, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Dengan mengetahui yang baik akan mendorong untuk melakukannya dan mendapatkan manfaat dan keutungannya, sedangkan dengan mengetahui yang buruk akan mendorong untuk meninggalkan dan akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan.
Selain itu Ilmu Akhlak juga akan berguna secara efektif dalam upaya membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Ilmu Akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai aktivitas kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki pengetahuan dan teknologi yang maju yang mana disertai dengan akhlak mulia, niscahya ilmu pengetahuan modern yang ia miliki akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kehidupan manusia. Sebaliknya orang yang memiliki pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasan dan sebagainya namun tidak disertai akhlak yang mulia, maka itu akan disalahgunakan yang akibatnya menimbulkan bencana di muka bumi.
Dengan mempelajari ilmu akhlak dapat mengetahui batas antara baik dengan yang buruk dan dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, yaitu menempatkan sesuatu pada proposi yang sebenarnya.Ilmu akhlak tidak memberi jaminan seseorang menjadi baik dan berbudi luhur. Namun mempelajari akhlak dapat membuka mata hati seseorang untuk mengetahui yang baik dan buruk.[5]
Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa Ilmu Akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk.
E.     Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu yang Lain.
            Ilmu-ilmu yang erat hubungannya dengan Ilmu Akhlak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.   Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tasawuf
Para ahli tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian yaitu tasawuf falsafi, tasawuf akhlaki dan tasawuf amali.ketiga tasawuf ini tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan terpuji. Namun ketiga tasawuf ini memiliki pendekatan yang berbeda. Pada tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasio atau akal pikiran, seperti filsafat tentang Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan dan sebagainya. Selanjutnya tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli ( mengosongkan diri dari akhlak yag buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang(hijab)) yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya. Sedangkan pada tasawuf amali pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliayah atau wirid, yang selanjutnya mengambil bentuk tarikat. Dengan mengamalkan tasawuf baik yang bersifat falsafi, akhlaki atau imami, seseorang dengan sendirinya berakhlak baik.
Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf lebih lanjut dapat mengikuti uraian yang diberikan Harun Nasutation. Menurutnya ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa al-Qur’an dan al-hadis mementingkan akhlak. Nilai-nilai yang ditekankan oleh al-Qur’an dan al-hadis harus dimiliki oleh muslim, dan dimasukan ke dalam dirinya dari semasa kecil.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf  ternyata erat hubungannya dengan akhlak.Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, bahwa ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam al-Qur’an dikaitkat dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Ini yang dimaksud dengan amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya takwa adalah orang yang berakhlak mulia.
2.      .Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasiution mengandung arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara meng- Esakan Tuhan, sebagai salah satu sifat yang terpenting antara sifat-sifat Tuhan lainnya.
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid ini sekurang-kurangnya dapat dilihat melalui empat analisa sebagai berikut;
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, Ilmu Tauhid sebagaimana diuraikan di atas membahas masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbutan yang dilakukan manusia, sehingga perbuatan yang dilakukan manusia itu akan tertuju kepada Allah semata. Dengan demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlasan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia.
Kedua, dilihat dari segi fungsinya, Ilmu Tauhid menghendari agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang keenam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subjek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percaya bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru sifat-sifat Tuhan itu. Dengan cara yang demikian beriman kepada Allah akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan akhlak yang mulia.
Demikian juga jika seseorang beriman kepada malaikat, maka yang dimaksudkan antara lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang terdapat pada malaikat. Percaya kepada malaikat juga dimaksudkan agar manusia merasa diperhatikan dan diawasi oleh para malaikat, sehingga ia tidak berani melanggar larangan Tuhan. Dengan cara demikian percaya kepada malaikat akan membawa kepada perbaikan akhlak yang mulia.
Selanjutnya diikutipula dengan mengamalkan segala perintah yang ada dalam al-Qur’an dan menjauhkan apa yang dilarangnya. Dengan kata lain beriman kepada kitab-kitab, khususnya al-Qur’an, harus disertai akhlak dengan berakhlak dengan akhlak al-Qur’an, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Nabi Muhhamad SAW.  
Dengan cara demikian iman kepada kitab erat kaitannya dengan pembinaan akhlak mulia.
Selanjutnya beriman kepada para rasul, khususnya pada Nabi Muhammad SAW. didalam al-Qur’an dinyatakan oleh Allah bahwa Nabi Muhammad SAW. itu, berakhlak mulia. Jika hal tersebut dinyatakan di dalam al- Qur’an maka maksudnya adalah agar diamalkan. Caranya antara lain dengan mengikuti perintahnya dan mencintainya.
Dengan cara demikian beriman kepada para rasul akan menimbulkan akhlak yang mulia. Hal ini dapat diperkuat lagi dengan cara meniru sifat-sifat yang wajib pada rasul. Maka akan menimbulkan akhlak yang mulia, dan disinilah hubungan Ilmu Akhlak dengan Tauhid.
Demikian pula beriman kepada hari akhir, disisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari bahwa segala amal perbuatan dilakukan selama didunia ini akan diminta pertanggung  jawabnya di akhirat nanti. Keimanan kepada hari akhir diharapkan dapat memotivasi seseorang agar selama hidupnya di dunia banyak melakukan amal yang baik, menjauhi perbuatan dosa atau ingkar kepada Tuhan. Disinilah letak hubungan iman kepada hari akhir dengan akhlak yang mulia.
Selanjutnya beriman kepada qada dan qadar Tuhan juga erat kaitannya dengan akhlak, yaitu agar orang yang percaya kepada qada dan qadar Tuhan itu senantiasa bersyukur terhadap keputusan Tuhan dan rela menerima segala keputusan-Nya.
Berdasarkan analisa yang sederhana ini, tampak jelas bahwa jelas bahwa rukun iman yang ke enam erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang mulia.Disinilah letaknya hubungan antara keimanan dengan pembentukan Ilmu Akhlak.
Hubungan keimanan yang dibahas dalam Ilmu Tauhid dengan Ilmu Akhlak banyak pula dijumpai dalam hadis.
. Ilmu Tauhid tampil dalam memberikan landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu akhlak memberi penjabaran dan pengalaman dari ilmu Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak akan ada artinya, dan akhlak mulia tanpa Tauhid tidak akan kokoh. Selain itu, Tauhid memberi arahan terhadap akhlak, dan akhlak memberikan isi terhadap arahan tersebut. Disinilah letaknya hubungan yang erat dan dekat antara tauhid dan akhlak.
3.      Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Jiwa.
Dilihat dari segi garapannya, Ilmu Jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku. Jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan misalnya, akan melahirkan perbuatan dan sikap yang tenang pula, sebaliknya jiwa yang kotor, banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain.
Manusia dengan sendirinya dapat menjadi baik atau buruk, atau mengetahui yang baik dan buruk. Namun pengetahuan manusia terhadap moral yang baik dan yang buruk itu terbatas. Manusia masih memerlukan informasi perbuatan moral yang baik dan yang buruk dari yang tak terbatas, yaitu dari wahyu Tuhan. Manusia misalnya tidak tahu bahwa perbuatan zina itu buruk, dan tidak pula tahu bahwa mengimami adanya kehidupan akhirat sebagai perbuatan baik. Untuk masalah yang demikian itu datanglah wahyu.
Ilmu Jiwa juga terdapat informasi tentang perbedaan psikologi yang dialami seorang pada setiap jenjang usianya. Pada usia Balita misalnya, anak cenderung emosional dan manja. Sedangkan pada usia kanak-kanak cenderung meniru orang tuanya dan bersikap rekreatif. Gejala psikologi seperti ini akan memberikan informasi tentang perlunya menyampaikan ajaran akhlak sesuai dengan perkembangan jiwanya. Dengan demikian Ilmu jiwa juga dapat memberikan masukan dalam rangka merumuskan tentang metode dan pendekatan dalam pembinaan akhlak.

4.   Ilmu Akhlak dan ilmu masyarakat ( sosiology)
Hubungan keduanya ini juga sangat erat, karena mempelajari kelakuan ( perbutan manusia yang timbul dari kehendaknya) yang ia menjadi pokok persoalan Ilmu Akhlak, sangat mendorong untuk mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok persoalan sociology.
Ilmu masyarakat mempelajari masyarakat manusia yang pertama tentang bahasa, agama dan keluarga, dan bagaimana bentuk undang- undang dan pemerintahan dan sebagagainya.Memelajari semua ini menolong untuk memberi pengertian akan perbuatan manusia dan cara menentukan hukum baik dan buruk, benar dan salah.
5.   Ilmu Akhlak dan ilmu hukum.
Pokok pembicara dan tujuan keduanya hampir semua, ialah : mengatur perbuatan manusia untuk kebahagiaan mereka. Akan tetapi Ilmu akhlak lebih luas lingkunganya.
Ilmu akhlak  memerintahkan berbuat apa yang berguna  dan melarang, kecuali apabila dapat menjauhi  hukuman kepada orang menyalahi perintah dan larangannya.
Perbedaan lain ialah bahwa ilmu hukum melihat segala perbuatan dari jurusan dan akibat yang lahir. Sedangkan Ilmu ahklak menyelami  gerak jiwa manusia yang batin dan juga menyelidiki perbuatan yang lain.
.[6]


[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT.RajaGrafindo, 2011) hal 1.
[2] Barmawi Umary, Materia Akhlak,(Solo: CV Ramadhani, 1967)
[3] Asmaran As, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992). Hal 6.
[4] Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlaq), PT Bulan Bintang,(Jakarta, 1995), Hal 2-9.
[5] Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010). Hal. 10-11
[6]. Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlaq), PT Bulan Bintang,(Jakarta, 1995), Hal 2-9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar