AKHLAK SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT
Nama Desi Anggara
Npm 14117964
A. Pengertian
Akhlak
Menurut
bahasa (etimologi) akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun)
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at.[1]
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang
dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia, atau
perbuatan buruk disebut akhlak yang tercela.
Didalam
ensiklopedi pendidikan dikatakan akhlak ialah budi pekerti, watak,
kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat
dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.
Al
Muj’am Al Wasit menyebutkan definisi akhlak sebagai berikut akhlak ialah sifat
yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik
atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Kemudian
kita dapat mengemukakan sifat-sifat ahlak dari orang muslim dari ayat-ayat
Al-Quran yang menyifati hamba-hamba Allah SWT sebagai mana terdapat dalam
Al-Furqan 63-76.
“
Dan hamba-hamba Tuhan Ynag Maha Penyayang itu( ialah):
·
Orang- orang yang berjalan di atas
bumidengan rendah hati.
·
Apabila orang jahil yang menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
·
Orang yang melalui malam hari dengan
bersejud yang berdiri untuk Tuhann mereka.
·
Orang-orang yang berkata “ Ya Tuhan
kami, jauhkan azab jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah
kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya Jahanam adalah seburuk-buruk tempat menetap
dan tempat kediaman.
·
Orang-orang yang membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah diantara mereka.
·
Orang-orang tidak menyembah Tuhan yang
lain beserta Allah.
·
Orang-orang yang apabila diberi
pringatan dengat ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai
orang-orang yang tuli dan buta.
·
Orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.
Inilah
pengertian akhlak dalam islam. Bahkan islam itu sendiri adalah ahklak yang baik
sebagaimana tersebut dalam sunnah Nabawiyah yang diriwayatkan oleh Bukhori dari
Rassullah SAW, bahwa beliau bersabda:
“ islam itu
adalah budi pekerti yang baik”. [2]
B. Akhlak
sebagai anggota masyarakat
Manusia
adalah makhluk sosial, oleh sebab itu hidupnya tidak terlepas dari kehidupan
bersama manusia lainnya. Dengan sendirinya seorang individu itu bermasyarakat
menjadi satu dalam kehidupan bersama-sama. Maka apapun yang diperbuat dapat
mempengaruhi dan akan mempunyai makna bagi masyarakat pada umumnya dan
sebaliknya apapun yang terjadi di masyarakat akan mempengaruhi terhadap
perkembangan pribadi tiap individu yang ada didalamnya.
1. Akhlak
baik sebagai asas kebahagiaan
Kesadaran
bahwa manusia dalam hidup ini membutuhkan manusia lainnya menimbulkan bahwa
setiap pribadi manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang terbaik bagi
orang lain. Islam mengajarkan bahwa manusia yang paling baik adalah manusia
yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain. Menurut sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Qadla’ie dari Jabir, Rasulullah SAW pernah
bersabda:
خَيْرُالنَّاسِ
انْفَعُهُمْ لِلنَّا سِ
“sebaik-baik manusia
ialah orang yang banyak manfaatnya (kebaikannya) kepada manusia lainnya”.
Kejayaan
suatu bangsa terletak pada akhlaknya. Selama bangsa itu memegang norma-norma
akhlak dan kesusilaan dengan teguh dan baik, maka selama itu pula bangsa
tersebut jaya dan bahagia.
Seorang
pujangga islam pernah mengatakan:
وَاِنَّماَاْلاُمَمُ
اْلاَخْلاَ قُ مَابَقِيَتْ فَاِنْ هُمْ ذَهَبَتْ اَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوْا
“
sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa) terletak pada akhlaknya selagi mereka
berakhlak/ berbudi perangai utama. Jika pada mereka telah hilang akhlaknya,
maka jatuhlah umat (bangsa) itu.”
Pelajaran
akhlak bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan tingkah laku manusia yang baik
dan yang buruk agar manusia dapat memegang teguh sifat-sifat yang baik dan
menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat sehingga terciptalah tata tertib
dalam pergaulan di masyarakat, dimana tidak ada benci-membenci.[3]
Oleh karena itu pelajaran akhlak bertujuan hendak mendudukan manusia sebagai
makhluk yang tinggi dan sempurna serta membedakannya dengan makhluk-makhluk
lainnya. Akhlak bertujuan menjadikan manusia orang yang berkelakuan baik
terhadap Tuhan, manusia, dan lingkungannya.
Setiap individu tidak dapat
memisahkan diri dari masyarakat. Dia mempunyai tugas tertentu dalam masyarakat,
yaitu tugas yang harus dilaksanakan untuk keselamatan dan kemaslahatan
masyarakat itu. Tugas yang tidak boleh dihindarinya yaitu setiap anggota masyarakat
berkewajiban menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi masyarakatnya dan
bertanggung jawab atas kelakuannya di masyarakat di hadapan Tuhan nanti.
Jika
setiap orang sadar dan mau dan menjalankan tugas dan kewajibannya
masing-masing, maka akan terciptalah masyarakat yang adil dan makmur yang
membawa kebahagiaan bagi dirinya dan masyarakatnya. Allah SWT dalam Al-Qur’an
menerangkan bahwa manusia semua berada dalam kerugian, kecuali mereka yang
bersifat dengan akhlak yang luhur, yaitu:
a. Orang
yang beriman dengan sebenarnya kepada Allah.
b. Orang
yang melaksanakan amal-amal saleh, orang yang melaksanakan tugas dan
kewajibannya dengan baik dan benar.
c. Orang
yang suka menolong, berpesan terhadap yang hak dan kebenaran.
d. Orang
yang suka menolong atau berpesan pada diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Jika empat dasar akhlak yang luhur
diatas tertanam pada setiap pribadi, hingga menjadi sifat dan tabiat dari
pribadi-pribadi dalam masyarakat dan bangsa, insya Allah bangsa itu akan hidup
tenang, damai dan sejahtera.
2. Akhlak
buruk sebagai pangkal kesengsaraan
Akhlak
buruk menjadi musuh Islam yang utama, karena itu ia sangat memerangi akhlak
yang buruk ini. Karena misi Islam adalah untuk membimbing manusia berakhlak
mulia, maka setiap pelanggaran akhlak akan mendapat sanksi atau siksa dari
Tuhan. Dengan kata lain setiap perbuatan buruk akan berakibat kesengsaraan bagi
si pembuat sendiri dan bagi masyarakat.
Adanya
kebebasan yang diberikan Tuhan kepada manusia, menjadikannya harus
mempertanggungjawabkan segala aktivitasnya, karena dengan itu ia dapat
menentukan arah pilihannya. Dalam menentukan pilihan itu, manusia dibimbing
oleh tiga petunjuk (hidayah) yang dapat memilih antara yang baik dan yang
buruk, yaitu;
a. Fitrah,
yakni suatu potensi rohani yang membawa manusia sejak lahir yang menurut
tabi’atnya cenderung kepada kebaikan dan mendorong manusia untuk berbuat baik.
b. Akal,
yaitu suatu kekuatan yang dimiliki manusia untuk dapat mempertimbangkan
baik-buruknya sesuatu. Fitrah tidak jarang terpengaruh oleh kehidupan dunia
hingga seseorang tidak dapat melihat yang sebenarnya, baik atau buruk. Dan bisa
terjadi, yang buruk dipandang baik. Dalam hal ini akal akan lebih bisa
diharapkan untuk melihatnya.
c. Agama,
yakni ajaran-ajaran Tuahan yang tertuang dalam Al-Qur’an dan sunah. Dua hidayah
yang dapat melihat kebaikan dan keburukan diatas tidak jarang terbawa arus
perkembangan budaya hingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini
agama datang untuk memutuskannya sebagai hidayah yang mutlak kebenarannya.
C. Macam-macam
akhlak terhadap anggota masyarakat
1. Mempertahankan
dan memperoleh ukhuwah atau persaudaraa terutama terhadap saudara
seaqidah demi mencapai rahmat atau kasih sayang Allah. Didalam lingkungan
masyarakat harus menjalin hubungan ukhuwah atau persaudaraan dengan baik
secara Islami. Karena orang-orang mukmin dengan mukmin lainnya adalah
bersaudara. Allah SWT berfirman:
اِنَّمَاْللُوْمِنُوْنَ
اِخْوَةٌفَأَصْلِحُوْابَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوااللهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُوْنَ (الحجزات ا)
“Sesungguhnya
orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) anatara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat.” (Q.A. Al-Hujuraat:10)
2. Menjaga
dan memelihara kebiasaan tolong menolong atau ta’awun dalam hal yang diridhai
oleh Allah.
Tolong
menolong dalam lingkungan masyarakat adalah sangat penting. Apabila
kitamempunyai hubungan kemanusiaan, maka kita wajib tolong-menolong. Tolong
menolong untuk kebaikan dan taqwa kepada Allah adalah perintah Allah. Wajib
kepada setiap muslimin tolong menolong dengan cara yang sesuai dengan keadaan
objek orang yang bersangkutan.
Sebagaimana
firman Allah SWT:
وَتَعَاوَنُوْاعَلَى
اْلبِّرِوَالتَّقْوى وَلَاتَعَاوَنُوْاعَلَى الاِثْمِ وَاْلعُدْوَانِ
وَاتَّقُواالله اِنَّ الله شَدِيْدُالعِقَابِ (المأىده )
“.... dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(Q.S. Al-Maidah:2)
Dalam Al-Qur’an kita diperintah
untuk saling menolong dalam hal kebaikan dan taqwa (wata’awanu alalbiri
wataqwa) serta dilarang saling menolong dalam keburukan dan permusuhan (wala
ta’awanu alal itsmi wal utwan) jadi, dalam hal kegiatan apapun selama
sesuai dengan syari’at Islam kita wajib untuk saling mendukug dan menolong
sesama muslim.
Saling menolong tanpa memandang atau
membedakan ras, suku, bangsa, agama, keturunan, status sosial, dan pendidikan
merupakan kewajiban manusia dalam hidupnya. Berbahagialah mereka yang dalam
hidupnya bisa hidup rukun, saling menolong, dan bermanfaat bagi sekitarnya.
Rasulullah bersabda:
“sebaik-baik
manusia adalah yang memberi/ membawa manfaat bagi orang-orang disekitarnya”.
3. Bersikap
adil.
Adil
perseorangan ialah tindakan memberi hak kepada yang mempunyai hak. Bila
seseorang mengambil haknya dengan cara yang benar atau memberikan hak orang
lain tanpa mengurangi haknya, itulah yang dinamakan tindakan adil. Adil yang
berhubungan dengan kemasyarakatan dan adil yang berhubungan dengan pemerintahan
misalnya tindakan hakim menghukum orang-ornag yang jahat atau orang-orang yang
bersengketa dengan neraca keadilan.
Sebaliknya
kebalikan sifat adil adalah sikap zalim. Zalim berarti menganiaya, tindakan
adil dalam memutuskan perkara, erat sebelah dalam tindakan, mengambil hak orang
lain dari batasnya atau memberikan hak orang kurang dari semestinya.
Allah
swt berfirman:
اِنَّالله
يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُوَدُّوااْلاَمَانتِ الَى اَهْلِهَاوَاِذَاحَكَمْتُمْ بَيْنَ
النَّاسِ اَنَ تَحْكُمُوْابِالْعَدْلِ اِنَّ الله نِعِمَّايَعِظُكُمْ بِه اِنَّ
اللهَ كَانَ سَمِيْعًابَصِيْزًا (النساء
)
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu
menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Q.S. An-Nisa’:58)
4. Pemurah.
Pemurah yaitu sifat
suka mengulurkan tangan kedermawanan kepada orang lain yang menghajatkannya.
Disini sikap infak, yakni rela membelanjakan harta bagi kepentingan keluarga
dan amal sosial. Sikap ini termasuk akhlaqul mahmudah, karena Al-Qur’an
menerangkan hal tersebut.
Allah SWT berfirman:
لَنْ
تَنَالُواالْبِّرَحَتّ تُنْفِقُوْامَّمِاتُحِبُّوْنَ وَمَاتُنْفِقُوْامِنْ
شَيْءٍفَإِنَّ اللهَ بِه عَلِيْمٌ (ال عمران
)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagiaan harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.” (Q.S. Ali Imran:92)
5. Penyantun.
Allah SWT berfirman:
وَسَارِعُوْاالِى
مَغْفِرَةٍمِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍعَرْضُهَاالسَّموَاتُ وَاْلاَرْضُ اعِدَّتْ
لِلْمُتَّقِيْنَ . اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّاءِوَالَضَّرَّاءِوَالْكَاظِمِلْيَنَ
الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ (ال
عمران
“Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (133)
(Yaitu) orang-orang
yang menafkahakan (hartanya), baik diwaktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
(134).” (Q.S. Ali Imran:133-134).
6. Pemaaf.
Yaitu
sifat pemaaf yang tumbuh karena sadar bahwa manusia bersifat laif dan tidak
lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Dengan rahmat dari Allah, maka Rasulullah
SAW. berlapang dada memaafkan sahabat-sahabatnya yang pernah bersalah.
Allah SWT berfirman:
فَبِمَارَحْمَةٍمِنَ
اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْكُنْتَ فَظًّاغَلِيْظَ غَلِيْظَ الْقَلْبِ
لاَنْفَضُّوْامِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْلَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ
فِى اْلاَمْرِفَاءِذَعَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ اِنَّ اللهَ يُحِبُّ
اْلُمُتَوَكِّلِيْيْنَ (ال عمران )
“Maka disebabkan rahmat
dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(Q.S. Ali Imran:159)
7. Menepati
janji.
Janji
ialah suatu ketetapan yang dibuat dan disepakati oleh seseorang untuk orang
lain atau dirinya sendiri untuk melaksanakan sesuai dengan ketetapannya.
Biarpun janji yang dibuat sendiri tetapi tidak terlepas darinya, melainkan mesti
ditepati dan ditunaikan.[4]
Menepati
janji adalah menunaikan dengan sempurna apa-apa yang telah dijadiakan, baik
berupa kontrak maupun apa saja yang telah disepakati.
Allah SWT berfirman:
وَلَاتَقْرَبُوامَالَ
الْيَتِيْمِ اِلَّابِالَّتِى هِيَ اَحْسَنُ حَتّى يَبْلُغَ اَشُدَّهُ
وَاوْفُوْابِالْعَهْدِاِنَّ الْعَهْدَكَانَ مَسْؤُلًا (الاسراء )
“dan janganlah kamu
mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara lebih baik (bermanfaat) sampai
ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”
(Q.S.
Al-Israa’:34)
8. Musyawarah.
Jika
ada masalah rumit dalam masyarakat, maka musyawarah didalam lingkungan adalah
cara tepat dan dianjurkan untuk mendapatkan keputusan yang adil.
Allah SWT berfirman:
وَالَّذِيْنَ
اسْتَجَابُوْالِرَبِّهِمْ وَاَقَامُواالصَّلوةَوَاَمْرُهُمْ شُوْرى بَيْنَهُمْ
وَمِمَّارَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (السرى
“Dan (bagi) orang-orang
yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q.S.
Asy-Syuura:38)
D. Akhlak
tehadap sesama muslim
1. Menghormati
dan memenuhi hak-hak
Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim disebutkan bahwa
Rasulullah bersabda: “hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima,
yaitu 1.menjawab salam, 2. Menjenguknya ketika sakit, 3. Mengantar janazah, 4.
Memenuhi undangannya, dan 5. Mendo’akan ketika bersin.”
Apabila
kita jabarkan lebih luas lagi maka hak orang islam itu mencakup:
a. Memberi
atau menerima kebaikan sesama muslim,
b. Menolongnya
ketika kesusahan,
c. Memenuhi
atau mengantarkan kebutuhannya,
d. Memenuhi
undangannya atau dalam hal yang baik,
e. Mendo’akan
mereka dengan baik.
2. Bersikap
lemah lembut dan sopan santun
Dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa satu sifat utama orang muslim dan mukmin adalah
bersikap tegas kepada orang kafir dan berkasih sayang terhadap sesamannya
(sesama muslim atau mu’min). Dengan demikian dilarang sesama muslim untuk
saling mengejek, mencamarkan nama baik, dan memfitnahnya. Jangankan kepada
sesama muslim, kepada yang beragama diluar Islam pun dilarang berbuat seperti
itu.
3. Mengajak
dalam kebenaran
Adakalanya
orang muslim terlupa atau terlalaikan dalam berbuat baik dan taqwa maka
kewajiban sesama muslim adalah saling mengingatkan dan mengajaknya untuk
berbuat baik (amar ma’ruf) dan taqwa.
4. Mencegahnya
dari berbuat keji, dosa, dan maksiat
Setiap
muslim berkewajiban untuk mencegah sesamanya berbuat keji, dosa, dan munkar
(nahi munkar). Kewajiban yang ditegur atau dicegah adalah untuk segera
meninggalkan perbuatan tercela tersebut dan bertaubat kepada Allah SWT.
5. Menghormati
perasaan orang lain
Menghormati
perasaan orang lain dengan cara yang baik seperti yang disyaratkan agama,
jangan tertawa didepan orang yang sedang bersedih, jangan mencaci maki sesama
manusia, dan jangan makan didepan orang yang sedang berpuasa.
6. Memberi
salam dan menjawab salam
Memberi
salam dan menjawab salam dengan memperlihatkan muka manis, mencintai saudara
sesama muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri, dan menyenangi kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda: “kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman,
dan kaian tidak beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah kuberitahu
sesuatukepada kalian, jika mengerjakannya kalian saling mencintai? Sebarkanlah
salam.”(H.R. Muslim)
7. Tidak
boleh mengejek
Mengejek
berarti merendahkan orang lain. Apakah saudara dekat atau teman akrab dengan
membicarakan kekurangan atau membuka aib, sangat dilarang dalam agama.
8. Menjenguk
orang sakit
Menjenguk
orang sakit hukumnya wajib kifayah. Jika menjenguk orang sakit dilarang
banyak bicara, apalagi bicara yang menakutkan, disarankan supaya menghibur
dengan mendo’akan, menasehati yang baik dan memuliakannya. Rasulullah SAW
bersabda: “Jenguklah orang yang sakit, berikanlah makanan kepada orang yang
kelaparan serta bebaskanlah kesukaran orang yang mengalami kesukaran.” (Diriwayatkan
Bukhari)
9. Bertakziah
dan menyelenggarakan jenazah.
Jika
salah seorang dalam lingkungan kita terjadi musibah meninggal, wajib kifayah
untuk meyelenggarakan jenazah. Diawali dengan memandikan, mengafani,
menyalatkan, dan menguburkannya. Setelah itu haru berikitnya disunahkan untuk
bertakziah.
E.
Akhlak
Terhadap Non-Muslim.
Di dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang
mendukung sikap negati, netral, maupun positif terhadap orang non muslim.
Islam tidak hanya menyuruh kita membina hubungan bik
sesama muslim saja, tetapi dengan non muslim juga.namun demikian dalam hal-hal
–hal tertentu ada pembatasan hubungan
dengan non muslim,terutama yang menyangkut aspek ridwal ke agamaa.Misalnya,kita
tidak boleh mengikuti upacara-upacara keagamaan yang meraka adakan.Sekalipun
kita undang,kita tidak boleh menyelenggarakan jenazah meraka secara islam,kita
boleh mendoangkan untuk mendapatkan rahmat dan berkah dari allah(kecuali
mendoakannya supaya mendapat hidayah)dan lain sebagainya.Sehingga dalam
bertegur sapa misalnya,untuk non muslim
kita tidak mengucapkan salam islam, tapi menggantinya, dengan ucapan –ucapan
lain sesuai kebiasaan.
Tolerasansi tidaklah berarti mengikuti kebenaran
agama meraka, tetapi, mengakui keberadaan agama meraka dalam realitas
bermasyarakat.Toleransi juga bukan berarti kompromi atau bersifat sinkritisme
dalam keyakinan dan ibadah.Kita sama sekali tidak boleh mengikuti agama dan
ibadah meraka dengan alasan apapun.Sikap kita dalam hal ini sudah jelas dan
tegas yaitu:
Atrinya:”untukmu
agamamu dan untuk ku agamaku.”(Q.S AL-Kafirun 109:6)
Demikianlah semoga kita dapat menjadi anggota
masyarakat yang selalu berbuat baik terhadap anggota masyarakat lainnya.
a. Sikap
Negatif (bermusuhan)
Ayat yang menyatakan sikap memusuhi non muslim bahwa
orang yahudi dan nasrani tak akn puas sebelum Muhammad mengikuti agama mereka.
Kemudian ayat yang menyatakan bahwa kaum muslimin seharusnya memerangi
orang-orang yang tidak beriman dan ahli kitab.
Orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepadamu
hingga kamu mengikut agama mereka. ( surah Al-Baqarah)
“ Dan
janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman.” (al-
Baqarah 2:221).
“ Dan
sekali-kali Allah tidak akan memberi jalan pada orang-orang kafir untuk
memusnakan orang-orang yang beriman.” (Q.S An-Nisa 141).
b. Sikap Netral
Pernyataan yang netral seperti pernyataan bahwa
masing-masing akan berbuat sesuai dengan apa yang sesuai dengannya, bahwa
masing-masing mendapatkan balasan sesuai agamanyadan bahwa bentuk lahiriah
agama rasul-rasul Allah dapat berbeda-beda. Hal demikian dilukiskan dalam
firman-Nya:
Katakanlah “ Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya masing-masing.” Maka Tuhanmu
lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.(Surat Al-Isra 48)
Dan surar Al-Kafirun: 1-6 yang juga
mengajarkan tentang prinsip toleransi-toleransi beragama.
“Untukmulah
agamamu dan untukku agamaku.”(surat Al-Kafirun)
c. Sikap
Positif
Ada ayat-ayat al-quran menyiratkan bahwa ajaran
agama-agama pada dasarnya sama dan bahwa kaum muslimin seharusnyatidak
membeda-bedakan ajaran para rasul, yakni surat an-nahl : 36 yang artinya:
“
sesungguhnya kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat untuk menyeruhkan,” sembahlah Allah dan jauhi Taghut.”
Demikian
pula surat al-baqarah :285 yang artinya:
“
......kami tidak membeda-bedakan
seorangpun dari rasul-rasul Nya.
[1] A. Mustafa, Akhlak Tasawuf,(Bandung:Pustaka
Setia, 1997), hal.11
[2]
Ali Abdul Halim Mahmud,
1996, Karakteristik Umat Terbaik
, Gema Isnani Perss, jakarta. Hal 95.
[3] Muhd. Al-Gazali, Khuluk
al-Muslim, Darul Bayan, Kuwait, 1970, hlm.3
[4] Moh.Rifa’i, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang,1992), hlm.116
Tidak ada komentar:
Posting Komentar