Rabu, 30 Desember 2015

AKHLAK SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT



AKHLAK SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT
Nama      Desi Anggara
Npm        14117964


A.       Pengertian Akhlak
Menurut bahasa (etimologi) akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at.[1] Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia, atau perbuatan buruk disebut akhlak yang tercela.
Didalam ensiklopedi pendidikan dikatakan akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.
Al Muj’am Al Wasit menyebutkan definisi akhlak sebagai berikut akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Kemudian kita dapat mengemukakan sifat-sifat ahlak dari orang muslim dari ayat-ayat Al-Quran yang menyifati hamba-hamba Allah SWT sebagai mana terdapat dalam Al-Furqan 63-76.
“ Dan hamba-hamba Tuhan Ynag Maha Penyayang itu( ialah):
·         Orang- orang yang berjalan di atas bumidengan rendah hati.
·         Apabila orang jahil yang menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
·         Orang yang melalui malam hari dengan bersejud yang berdiri untuk Tuhann mereka.
·         Orang-orang yang berkata “ Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya Jahanam adalah seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.
·         Orang-orang yang membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah diantara mereka.
·         Orang-orang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah.
·         Orang-orang yang apabila diberi pringatan dengat ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.
·         Orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.
Inilah pengertian akhlak dalam islam. Bahkan islam itu sendiri adalah ahklak yang baik sebagaimana tersebut dalam sunnah Nabawiyah yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Rassullah SAW, bahwa beliau bersabda:
  “ islam itu adalah budi pekerti yang baik”. [2] 
B.       Akhlak sebagai anggota masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial, oleh sebab itu hidupnya tidak terlepas dari kehidupan bersama manusia lainnya. Dengan sendirinya seorang individu itu bermasyarakat menjadi satu dalam kehidupan bersama-sama. Maka apapun yang diperbuat dapat mempengaruhi dan akan mempunyai makna bagi masyarakat pada umumnya dan sebaliknya apapun yang terjadi di masyarakat akan mempengaruhi terhadap perkembangan pribadi tiap individu yang ada didalamnya.
1.    Akhlak baik sebagai asas kebahagiaan
Kesadaran bahwa manusia dalam hidup ini membutuhkan manusia lainnya menimbulkan bahwa setiap pribadi manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang terbaik bagi orang lain. Islam mengajarkan bahwa manusia yang paling baik adalah manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain. Menurut sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Qadla’ie dari Jabir, Rasulullah SAW pernah bersabda:
خَيْرُالنَّاسِ انْفَعُهُمْ لِلنَّا سِ
 sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak manfaatnya (kebaikannya) kepada manusia lainnya”.
Kejayaan suatu bangsa terletak pada akhlaknya. Selama bangsa itu memegang norma-norma akhlak dan kesusilaan dengan teguh dan baik, maka selama itu pula bangsa tersebut jaya dan bahagia.
Seorang pujangga islam pernah mengatakan:
وَاِنَّماَاْلاُمَمُ اْلاَخْلاَ قُ مَابَقِيَتْ فَاِنْ هُمْ ذَهَبَتْ اَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوْا
sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa) terletak pada akhlaknya selagi mereka berakhlak/ berbudi perangai utama. Jika pada mereka telah hilang akhlaknya, maka jatuhlah umat (bangsa) itu.”
Pelajaran akhlak bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan tingkah laku manusia yang baik dan yang buruk agar manusia dapat memegang teguh sifat-sifat yang baik dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan di masyarakat, dimana tidak ada benci-membenci.[3] Oleh karena itu pelajaran akhlak bertujuan hendak mendudukan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta membedakannya dengan makhluk-makhluk lainnya. Akhlak bertujuan menjadikan manusia orang yang berkelakuan baik terhadap Tuhan, manusia, dan lingkungannya.
            Setiap individu tidak dapat memisahkan diri dari masyarakat. Dia mempunyai tugas tertentu dalam masyarakat, yaitu tugas yang harus dilaksanakan untuk keselamatan dan kemaslahatan masyarakat itu. Tugas yang tidak boleh dihindarinya yaitu setiap anggota masyarakat berkewajiban menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi masyarakatnya dan bertanggung jawab atas kelakuannya di masyarakat di hadapan Tuhan nanti.
Jika setiap orang sadar dan mau dan menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing, maka akan terciptalah masyarakat yang adil dan makmur yang membawa kebahagiaan bagi dirinya dan masyarakatnya. Allah SWT dalam Al-Qur’an menerangkan bahwa manusia semua berada dalam kerugian, kecuali mereka yang bersifat dengan akhlak yang luhur, yaitu:
a.    Orang yang beriman dengan sebenarnya kepada Allah.
b.    Orang yang melaksanakan amal-amal saleh, orang yang melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan benar.
c.    Orang yang suka menolong, berpesan terhadap yang hak dan kebenaran.
d.   Orang yang suka menolong atau berpesan pada diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Jika empat dasar akhlak yang luhur diatas tertanam pada setiap pribadi, hingga menjadi sifat dan tabiat dari pribadi-pribadi dalam masyarakat dan bangsa, insya Allah bangsa itu akan hidup tenang, damai dan sejahtera.
2.    Akhlak buruk sebagai pangkal kesengsaraan
Akhlak buruk menjadi musuh Islam yang utama, karena itu ia sangat memerangi akhlak yang buruk ini. Karena misi Islam adalah untuk membimbing manusia berakhlak mulia, maka setiap pelanggaran akhlak akan mendapat sanksi atau siksa dari Tuhan. Dengan kata lain setiap perbuatan buruk akan berakibat kesengsaraan bagi si pembuat sendiri dan bagi masyarakat.
Adanya kebebasan yang diberikan Tuhan kepada manusia, menjadikannya harus mempertanggungjawabkan segala aktivitasnya, karena dengan itu ia dapat menentukan arah pilihannya. Dalam menentukan pilihan itu, manusia dibimbing oleh tiga petunjuk (hidayah) yang dapat memilih antara yang baik dan yang buruk, yaitu;
a.    Fitrah, yakni suatu potensi rohani yang membawa manusia sejak lahir yang menurut tabi’atnya cenderung kepada kebaikan dan mendorong manusia untuk berbuat baik.
b.    Akal, yaitu suatu kekuatan yang dimiliki manusia untuk dapat mempertimbangkan baik-buruknya sesuatu. Fitrah tidak jarang terpengaruh oleh kehidupan dunia hingga seseorang tidak dapat melihat yang sebenarnya, baik atau buruk. Dan bisa terjadi, yang buruk dipandang baik. Dalam hal ini akal akan lebih bisa diharapkan untuk melihatnya.
c.    Agama, yakni ajaran-ajaran Tuahan yang tertuang dalam Al-Qur’an dan sunah. Dua hidayah yang dapat melihat kebaikan dan keburukan diatas tidak jarang terbawa arus perkembangan budaya hingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini agama datang untuk memutuskannya sebagai hidayah yang mutlak kebenarannya.

C.       Macam-macam akhlak terhadap anggota masyarakat
1.    Mempertahankan dan memperoleh ukhuwah atau persaudaraa terutama terhadap saudara seaqidah demi mencapai rahmat atau kasih sayang Allah. Didalam lingkungan masyarakat harus menjalin hubungan ukhuwah atau persaudaraan dengan baik secara Islami. Karena orang-orang mukmin dengan mukmin lainnya adalah bersaudara.  Allah SWT berfirman:
اِنَّمَاْللُوْمِنُوْنَ اِخْوَةٌفَأَصْلِحُوْابَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوااللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ (الحجزات ا)
“Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) anatara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.A. Al-Hujuraat:10)
2.    Menjaga dan memelihara kebiasaan tolong menolong atau ta’awun dalam hal yang diridhai oleh Allah.
Tolong menolong dalam lingkungan masyarakat adalah sangat penting. Apabila kitamempunyai hubungan kemanusiaan, maka kita wajib tolong-menolong. Tolong menolong untuk kebaikan dan taqwa kepada Allah adalah perintah Allah. Wajib kepada setiap muslimin tolong menolong dengan cara yang sesuai dengan keadaan objek orang yang bersangkutan.
Sebagaimana firman Allah SWT:
وَتَعَاوَنُوْاعَلَى اْلبِّرِوَالتَّقْوى وَلَاتَعَاوَنُوْاعَلَى الاِثْمِ وَاْلعُدْوَانِ وَاتَّقُواالله اِنَّ الله شَدِيْدُالعِقَابِ (المأىده  )
“.... dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah:2)
               Dalam Al-Qur’an kita diperintah untuk saling menolong dalam hal kebaikan dan taqwa (wata’awanu alalbiri wataqwa) serta dilarang saling menolong dalam keburukan dan permusuhan (wala ta’awanu alal itsmi wal utwan) jadi, dalam hal kegiatan apapun selama sesuai dengan syari’at Islam kita wajib untuk saling mendukug dan menolong sesama muslim.
     Saling menolong tanpa memandang atau membedakan ras, suku, bangsa, agama, keturunan, status sosial, dan pendidikan merupakan kewajiban manusia dalam hidupnya. Berbahagialah mereka yang dalam hidupnya bisa hidup rukun, saling menolong, dan bermanfaat bagi sekitarnya. Rasulullah bersabda:
“sebaik-baik manusia adalah yang memberi/ membawa manfaat bagi orang-orang disekitarnya”.
3.    Bersikap adil.
Adil perseorangan ialah tindakan memberi hak kepada yang mempunyai hak. Bila seseorang mengambil haknya dengan cara yang benar atau memberikan hak orang lain tanpa mengurangi haknya, itulah yang dinamakan tindakan adil. Adil yang berhubungan dengan kemasyarakatan dan adil yang berhubungan dengan pemerintahan misalnya tindakan hakim menghukum orang-ornag yang jahat atau orang-orang yang bersengketa dengan neraca keadilan.
Sebaliknya kebalikan sifat adil adalah sikap zalim. Zalim berarti menganiaya, tindakan adil dalam memutuskan perkara, erat sebelah dalam tindakan, mengambil hak orang lain dari batasnya atau memberikan hak orang kurang dari semestinya.
Allah swt berfirman:
اِنَّالله يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُوَدُّوااْلاَمَانتِ الَى اَهْلِهَاوَاِذَاحَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنَ تَحْكُمُوْابِالْعَدْلِ اِنَّ الله نِعِمَّايَعِظُكُمْ بِه اِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعًابَصِيْزًا (النساء   )
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa’:58)
4.    Pemurah.
Pemurah yaitu sifat suka mengulurkan tangan kedermawanan kepada orang lain yang menghajatkannya. Disini sikap infak, yakni rela membelanjakan harta bagi kepentingan keluarga dan amal sosial. Sikap ini termasuk akhlaqul mahmudah, karena Al-Qur’an menerangkan hal tersebut.
 Allah SWT berfirman:
لَنْ تَنَالُواالْبِّرَحَتّ تُنْفِقُوْامَّمِاتُحِبُّوْنَ وَمَاتُنْفِقُوْامِنْ شَيْءٍفَإِنَّ اللهَ بِه عَلِيْمٌ (ال عمران    )
 “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagiaan harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Q.S. Ali Imran:92)
5.    Penyantun. Allah SWT berfirman:
وَسَارِعُوْاالِى مَغْفِرَةٍمِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍعَرْضُهَاالسَّموَاتُ وَاْلاَرْضُ اعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ . اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّاءِوَالَضَّرَّاءِوَالْكَاظِمِلْيَنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ (ال عمران
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (133)
(Yaitu) orang-orang yang menafkahakan (hartanya), baik diwaktu  lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (134).” (Q.S. Ali Imran:133-134).
6.    Pemaaf.
Yaitu sifat pemaaf yang tumbuh karena sadar bahwa manusia bersifat laif dan tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Dengan rahmat dari Allah, maka Rasulullah SAW. berlapang dada memaafkan sahabat-sahabatnya yang pernah bersalah.
 Allah SWT berfirman:
فَبِمَارَحْمَةٍمِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْكُنْتَ فَظًّاغَلِيْظَ غَلِيْظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوْامِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْلَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى اْلاَمْرِفَاءِذَعَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ اِنَّ اللهَ يُحِبُّ اْلُمُتَوَكِّلِيْيْنَ (ال عمران      )
“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imran:159)
7.    Menepati janji.
Janji ialah suatu ketetapan yang dibuat dan disepakati oleh seseorang untuk orang lain atau dirinya sendiri untuk melaksanakan sesuai dengan ketetapannya. Biarpun janji yang dibuat sendiri tetapi tidak terlepas darinya, melainkan mesti ditepati dan ditunaikan.[4]
Menepati janji adalah menunaikan dengan sempurna apa-apa yang telah dijadiakan, baik berupa kontrak maupun apa saja yang telah disepakati.
Allah SWT berfirman:
وَلَاتَقْرَبُوامَالَ الْيَتِيْمِ اِلَّابِالَّتِى هِيَ اَحْسَنُ حَتّى يَبْلُغَ اَشُدَّهُ وَاوْفُوْابِالْعَهْدِاِنَّ الْعَهْدَكَانَ مَسْؤُلًا (الاسراء     )
“dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (Q.S. Al-Israa’:34)
8.    Musyawarah.
Jika ada masalah rumit dalam masyarakat, maka musyawarah didalam lingkungan adalah cara tepat dan dianjurkan untuk mendapatkan keputusan yang adil.
Allah SWT berfirman:
وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْالِرَبِّهِمْ وَاَقَامُواالصَّلوةَوَاَمْرُهُمْ شُوْرى بَيْنَهُمْ وَمِمَّارَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (السرى   
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q.S. Asy-Syuura:38)

D.       Akhlak tehadap sesama muslim
1.    Menghormati dan memenuhi hak-hak
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: “hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima, yaitu 1.menjawab salam, 2. Menjenguknya ketika sakit, 3. Mengantar janazah, 4. Memenuhi undangannya, dan 5. Mendo’akan ketika bersin.”
Apabila kita jabarkan lebih luas lagi maka hak orang islam itu mencakup:
a.    Memberi atau menerima kebaikan sesama muslim,
b.    Menolongnya ketika kesusahan,
c.    Memenuhi atau mengantarkan kebutuhannya,
d.   Memenuhi undangannya atau dalam hal yang baik,
e.    Mendo’akan mereka dengan baik.
2.    Bersikap lemah lembut dan sopan santun
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa satu sifat utama orang muslim dan mukmin adalah bersikap tegas kepada orang kafir dan berkasih sayang terhadap sesamannya (sesama muslim atau mu’min). Dengan demikian dilarang sesama muslim untuk saling mengejek, mencamarkan nama baik, dan memfitnahnya. Jangankan kepada sesama muslim, kepada yang beragama diluar Islam pun dilarang berbuat seperti itu.
3.    Mengajak dalam kebenaran
Adakalanya orang muslim terlupa atau terlalaikan dalam berbuat baik dan taqwa maka kewajiban sesama muslim adalah saling mengingatkan dan mengajaknya untuk berbuat baik (amar ma’ruf) dan taqwa.
4.    Mencegahnya dari berbuat keji, dosa, dan maksiat
Setiap muslim berkewajiban untuk mencegah sesamanya berbuat keji, dosa, dan munkar (nahi munkar). Kewajiban yang ditegur atau dicegah adalah untuk segera meninggalkan perbuatan tercela tersebut dan bertaubat kepada Allah SWT.
5.    Menghormati perasaan orang lain
Menghormati perasaan orang lain dengan cara yang baik seperti yang disyaratkan agama, jangan tertawa didepan orang yang sedang bersedih, jangan mencaci maki sesama manusia, dan jangan makan didepan orang yang sedang berpuasa.
6.    Memberi salam dan menjawab salam
Memberi salam dan menjawab salam dengan memperlihatkan muka manis, mencintai saudara sesama muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri, dan menyenangi kebaikan. Rasulullah SAW bersabda: “kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman, dan kaian tidak beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah kuberitahu sesuatukepada kalian, jika mengerjakannya kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam.”(H.R. Muslim)
7.    Tidak boleh mengejek
Mengejek berarti merendahkan orang lain. Apakah saudara dekat atau teman akrab dengan membicarakan kekurangan atau membuka aib, sangat dilarang dalam agama.
8.    Menjenguk orang sakit
Menjenguk orang sakit hukumnya wajib kifayah. Jika menjenguk orang sakit dilarang banyak bicara, apalagi bicara yang menakutkan, disarankan supaya menghibur dengan mendo’akan, menasehati yang baik dan memuliakannya. Rasulullah SAW bersabda: “Jenguklah orang yang sakit, berikanlah makanan kepada orang yang kelaparan serta bebaskanlah kesukaran orang yang mengalami kesukaran.” (Diriwayatkan Bukhari)
9.    Bertakziah dan menyelenggarakan jenazah.
Jika salah seorang dalam lingkungan kita terjadi musibah meninggal, wajib kifayah untuk meyelenggarakan jenazah. Diawali dengan memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkannya. Setelah itu haru berikitnya disunahkan untuk bertakziah.

E.     Akhlak Terhadap Non-Muslim.
Di dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang mendukung sikap negati, netral, maupun positif terhadap orang non muslim.
Islam tidak hanya menyuruh kita membina hubungan bik sesama muslim saja, tetapi dengan non muslim juga.namun demikian dalam hal-hal –hal tertentu ada  pembatasan hubungan dengan non muslim,terutama yang menyangkut aspek ridwal ke agamaa.Misalnya,kita tidak boleh mengikuti upacara-upacara keagamaan yang meraka adakan.Sekalipun kita undang,kita tidak boleh menyelenggarakan jenazah meraka secara islam,kita boleh mendoangkan untuk mendapatkan rahmat dan berkah dari allah(kecuali mendoakannya supaya mendapat hidayah)dan lain sebagainya.Sehingga dalam bertegur  sapa misalnya,untuk non muslim kita tidak mengucapkan salam islam, tapi menggantinya, dengan ucapan –ucapan lain sesuai kebiasaan. 
Tolerasansi tidaklah berarti mengikuti kebenaran agama meraka, tetapi, mengakui keberadaan agama meraka dalam realitas bermasyarakat.Toleransi juga bukan berarti kompromi atau bersifat sinkritisme dalam keyakinan dan ibadah.Kita sama sekali tidak boleh mengikuti agama dan ibadah meraka dengan alasan apapun.Sikap kita dalam hal ini sudah jelas dan tegas yaitu:
Atrinya:”untukmu agamamu dan untuk ku agamaku.”(Q.S AL-Kafirun 109:6)
Demikianlah semoga kita dapat menjadi anggota masyarakat yang selalu berbuat baik terhadap anggota masyarakat lainnya.
a.       Sikap Negatif (bermusuhan)
Ayat yang menyatakan sikap memusuhi non muslim bahwa orang yahudi dan nasrani tak akn puas sebelum Muhammad mengikuti agama mereka. Kemudian ayat yang menyatakan bahwa kaum muslimin seharusnya memerangi orang-orang yang tidak beriman dan ahli kitab.
Orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikut agama mereka. ( surah Al-Baqarah)
Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman.” (al- Baqarah 2:221).
Dan sekali-kali Allah tidak akan memberi jalan pada orang-orang kafir untuk memusnakan orang-orang yang beriman.” (Q.S An-Nisa 141).
b.       Sikap Netral
Pernyataan yang netral seperti pernyataan bahwa masing-masing akan berbuat sesuai dengan apa yang sesuai dengannya, bahwa masing-masing mendapatkan balasan sesuai agamanyadan bahwa bentuk lahiriah agama rasul-rasul Allah dapat berbeda-beda. Hal demikian dilukiskan dalam firman-Nya:
            Katakanlah “ Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.(Surat Al-Isra 48)
            Dan surar Al-Kafirun: 1-6 yang juga mengajarkan tentang prinsip toleransi-toleransi beragama.
            “Untukmulah agamamu dan untukku agamaku.”(surat Al-Kafirun)
c.       Sikap Positif
Ada ayat-ayat al-quran menyiratkan bahwa ajaran agama-agama pada dasarnya sama dan bahwa kaum muslimin seharusnyatidak membeda-bedakan ajaran para rasul, yakni surat an-nahl : 36 yang artinya:
sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyeruhkan,” sembahlah  Allah dan jauhi Taghut.”
Demikian pula surat al-baqarah :285 yang artinya:
“ ......kami tidak membeda-bedakan seorangpun dari rasul-rasul Nya.



[1] A. Mustafa, Akhlak Tasawuf,(Bandung:Pustaka Setia, 1997), hal.11
[2] Ali Abdul Halim Mahmud, 1996, Karakteristik Umat Terbaik ,  Gema Isnani Perss, jakarta. Hal 95.
[3] Muhd. Al-Gazali, Khuluk al-Muslim, Darul Bayan, Kuwait, 1970, hlm.3
[4] Moh.Rifa’i, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang,1992), hlm.116

Tidak ada komentar:

Posting Komentar